Pada bulan Ramadan 2016M/ 1437H, aku beruntung bisa pulang kampung ke Rantau Selatan, Labuhan Batu. Seumur hidup, aku selalu merasa bersyukur, terberkati dengan segala yang kualami.
Untuk mengingat tujuan akhir hidup yang fana ini, aku berziarah ke makam almarhum Bapak. Tidak banyak yang kulakukan selama duduk diam memandang pusara almarhum. Ya hanya duduk diam memandang, dan mengingat. Karena hanya itu saja tuntunan yang kuimani.
Sekarang, aku ingin membagikan pelajaran sederhana yang kudapat dari almarhum, yang bisa kita sebut sebagai Kaidah Emas.
Sebagai pemuda desa dengan pandangan-pandangan yang sederhana saja terhadap dunia ini, kaidah emas ini cukuplah buatku sebagai tuntunan untuk bermuamalat, bergaul, dengan siapa saja.
Seingatku, sekira SMP atau SMA almarhum menyampaikan hal ini, kalau tidak mau dicubit, ya jangan mencubit. Lupa redaksi persisnya, namun kalian semua yang mampu mengakses internet dan membaca halaman ini pasti mudah memahaminya. Jadikanlah dirimu dahulu sebagai ukuran untuk hal-hal yang akan kau timpakan kepada orang lain.
Bagiku, ini semacam pelajaran etika yang universal. Berlaku lintas batas-batas geografis dalam pergaulan dunia. Pelajaran untuk senantiasa berlaku adil.
Perkara yang terjadi di dunia nyata susah diterapkan, karena godaan untuk mengikuti arus buruk ketidakadilan yang justru memang dominan pada kenyataannya terjadi, aku berpasrah diri.