Dari Kata Jadi Citra

Monday, May 12, 2014

Dari-kata-jadi-citra
Foto: Heru Lesmana Syafei
Aku mengikuti Workshop Fotojurnalistik yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta sejak Sabtu, 26 April 2014 pukul 13.00 WIB di kantornya, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan. Kelas selalu diadakan setiap Sabtu berikutnya,  hingga enam kali pertemuan.  Kelas itu gratis dan terbuka buat siapa saja. Peserta workshop dibatasi hanya 20 orang dengan mentor oleh Feri Latief.

Agenda materi:
Pertemuan 1: Mengenali cahaya, Pengantar foto jurnalistik
Pertemuan 2: Visual Literacy: Dari Kata Jadi Citra
Pertemuan 3: Visual Litearcy: Esensi Peristiwa
Pertemuan 4: Visual Literacy: Portrait
Pertemuan 5: Foto Cerita
Pertemuan 6: Editing/Final Cut foto cerita

Di setiap pertemuan akan ada penugasan dan evaluasi karya. Mentor akan memilih foto terbaik karya peserta dan akan diberikan suvenir. Nah, di sini aku akan berbagi karya dari tugas Dari Kata Jadi Citra. Tentu, setelah tugas tersebut disetor, persisnya Sabtu lalu, 10 Mei 2014.

Tugas tersebut berupa membuat puisi sepanjang empat baris dengan tema "Sepi", lalu diminta untuk membuat foto yang mengilustrasikan puisi itu. Selama beberapa hari awal, masalah cara berpikir muncul: bagaimana mungkin membuat puisi tanpa sekaligus langsung menggambarkan foto yang akan mengilustrasikannya? Godaannya, adalah untuk membuat puisi yang akan mendukung foto yang disiapkan, yang berarti kebalikannya.

Kesulitan lain, sudah bertahun-tahun aku tak membuat puisi. Sempat buat beberapa pada 2002 - 2003, yang kuberikan pada seorang perempuan di fakultas kuliah dulu. Ah, yang dulu itu pun tak ada eloknya.

Masalah, atau godaan untuk curang, tersebut muncul karena tugas tersebut diberikan sekaligus. Jika, tugas membuat puisi diberikan, tanpa diberitahu sebelumnya puisi tersebut akan diminta untuk dibuatkan foto ilustrasinya, masalah paradigmatik itu kiranya tak akan muncul.

Akhirnya, aku tak selesai dengan masalah itu. Aku membuat puisi untuk sebuah foto yang sudah kupikirkan sebelumnya untuk dibuat, meski membuat fotonya belakangan setelah puisi itu siap ditulis. Aku tulis di perjalanan dengan CommuterLine dari stasiun Serpong menuju Tanah Abang, pada hari pengumpulan tugas tersebut. Sementara fotonya aku buat di lokasi workshop.

Puisi itu belum ada judul saat aku setor lewat email, dan ke grup facebook workshop itu. Judulnya baru aku cantumkan di sini "Dalam Sangkar". Terasa teistik, karena aku orang yang beriman.

Dalam Sangkar

Apa yang lebih bodoh dari mengandaikan ketidakadaan dari sesuatu yang sudah menjadi ketetapan-Nya.

Debur ombak di laut, desir daun di hutan.

Engkau selalu bisa berkhayal,

kecuali engkau hidup sendiri.
HLS, 2014

You Might Also Like

0 comments