Pengalaman jurnalistik: Waspada

Thursday, October 07, 2010

Aku ingin berbagi sedikit pengalaman jurnalistik yang hanya seujung kuku. Ihwal pentingnya prinsip meliput secara cermat, dan tetap waspada, pada satu kejadian. Sub judul "Waspada" merupakan bagian pertama.

Harus diakui, terkadang aku alpa dengan prinsip-prinsip tersebut. Meski, mungkin--karena aku pun lupa--tidak sampai mencederai produk jurnalistik Saya. Setelah kejadian berikut, aku makin sadar dua hal prinsip tersebut penting. Semoga bermanfaat.

Kapolres Tandatangani Tuntutan
Tercetak di halaman Jogjapolitan, Harian Jogja, Kamis, 2 September 2010
Rabu, 1 September 2010: Sekitar 200 mahasiswa/i dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) datang ke Markas Polisi Resort Bantul (Mapolres). Saat mereka datang, Saya, bersama tiga kawan wartawan lainnya, masih wawancara dengan narasumber di Kantor Dinas Sosial Bantul, yang berjarak hanya sekitar 500 meter dengan Mapolres.

Rencana kedatangan mahasiswa/i tersebut sudah Aku ketahui sehari sebelumnya, kecuali jam-nya. Saat wawancara tersebut, Aku dapat sms, massa sudah di lokasi, lalu lekas mohon pamit. Melihat Aku pamit, kawan wartawan lain juga beranjak. Namun, entah kenapa, mereka muncul di Mapolres sekitar 15 menit setelah Aku tiba di Mapolres.

Aku masuk ke dalam gedung Mapolres dari pintu Selatan. Tampak tiga orang mahasiswa UAD--dikenali karena memakai jas almameter warna oranye--naik tangga ke lantai dua dari ruang tengah, sementara orasi di luar gedung terus berlangsung. Aku keluar, menyaksikan aksi massa. Bergabung dengan kawan-kawan wartawan lain, menyaksikan dengan santai.

10 menit, tiga mahasiswa tersebut keluar gedung, disusul Kapolres Bantul, AKBP Joas Feriko Panjaitan. Pemimpin aksi menyerahkan microphone kepada Kapolres, agar membuat pernyataan. Kapolres menegaskan, jajarannya profesional.

Kedatangan massa guna menuntut polisi mengusut tuntas kasus pemukulan terhadap Mashono Rio Kertoegoro, 21 tahun, warga Blonotan, Onggopatran, Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Pemukulan tersebut dilakukan oknum polisi di Jalan Yogya--Wonosari, Tegalyoso, Sitimyulyo, pada Sabtu (21/8/2010). Akibatnya, Rio menjalani rawat inap di Rumah Sakit Hidayatullah Yogyakarta selama tiga hari.

Lima menit memberikan pernyataan, Kapolres lalu masuk gedung. Aku agak kecewa, sebab massa, yang didominasi dari Fakultas Hukum tersebut, tidak bertanya apa pun. Padahal, mereka juga tidak tahu sampai di mana perkembangan pengusutan kasus tersebut.

Pada akhir aksi, salah seorang orator menegaskan, mereka sudah pegang tanda tangan Kapolres yang dibubuhkan pada lembaran tuntutan. Massa menuntut percepatan kasus tersebut, institusi kepolisian independen, dan mengusut tuntas semua pihak yang terlibat.

Pernyataan orator tersebut Aku dengar melalui pengeras suara yang kurang jelas, meski saat itu Saya meliput dengan santai.
pengalaman jurnalistik waspada 2
halaman sambungan
Suasana hingar bingar. Massa segera bubar, tanpa Aku sempat melihat lembaran tuntutan yang bertanda tangan Kapolres tersebut. Mengikuti wartawan kebanyakan, Saya pun meninggalkan lokasi untuk liputan di tempat lain.

Sepanjang jalan menuju kantor, Aku berpikir, apa yang menarik dari aksi massa itu, untuk judul. Setiba di kantor untuk mengetik, Aku putuskan mengekspos fakta Kapolres yang menandatangani tuntutan itu.

Namun, kelemahan peliputanku langsung terasa. Aku tidak lihat proses penandatanganan tersebut, dan Aku tidak melihat tanda tangan tersebut di atas kertas. Melalui telepon, Aku hubungi mahasiswa UAD yang turut masuk ke dalam gedung Mapolres untuk verifikasi. Dia pastikan Kapolres yang menandatangani. Aku hubungi juga Kapolres, yang lalu membenarkan, sehingga terkonfirmasi berimbang. Kapolres beralasan, tidak ada keberatan terhadap isi tuntutan.

Pelajarannya: jangan meremehkan kejadian. Terkadang, Aku santai menyaksikan kejadian massa, sembari berbincang dengan wartawan lain, atau apapun yang menjauhkan indera dari aksi. Terkadang, Aku pilih berteduh, yang resiko jadi agak jauh dari massa, makan, atau minum, karena menganggap aksi massa tersebut pasti 'gitu-gitu aja', dan bahan tulisan hanya siaran pers.

Jika tidak cermat, dan waspada, mendengar apa yang disampaikan melalui pengeras suara tersebut, pasti, fakta Kapolres menandatangi tuntutan tersebut tidak Aku wartakan.

You Might Also Like

6 comments

  1. ooo, wartawan.
    ya kecermatan & akurasi sudah merupakan tanggung jawab melekat, tidak ada yg istimewa. tidak ada alasan untuk tidak.

    ReplyDelete
  2. Salam,

    Mas Heru, terima kasih mampir ke roses merah, dan meskipun sedikit pengalaman jurnalistik adalah kisah yang sangat menyenangkan da tetap semangat menulis. Roses Merah siap menerima tulisan-tulisan mas Heru

    Terima Kasih

    BW

    ReplyDelete
  3. Yup, seharusnya demikian.
    Tapi, sayangnya masih ada yg mengabaikan.

    ReplyDelete