Peci Motif Aceh

Saturday, August 30, 2014

Peci Motif Aceh di atas sajadah
Peci Motif Aceh di atas sajadah.
Ini cerita perihal satu benda yang aku bawa terus sejak di Yogyakarta tahun 2000, hingga kini di Tangerang Selatan tahun 2014. Benda paling lama yang melekat denganku selama tinggal di Provinsi Yogyakarta, tahun 2000 sampai 2012, beberapa kali pindah (Aku merencanakan judul cerita tersendiri untuk memberi daftar tempat tinggal di provinsi yang meminta keistimewaan itu).

Pertengahan Agustus 2000, aku akan mengikuti ospek (atau Inisiasi Kampus, atau apa nama resminya aku lupa) di Universitas Islam Indonesia (UII) beberapa hari lagi, sebagai mahasiswa baru (maba) di Program Studi Teknik Informatika. Diumumkan, salah satu persyaratannya adalah memakai kaus kaki biru menutupi betis, sebutlah itu kaus kaki bola, berwarna biru, dan tutup kepala atau topi yang mewakili daerah asal (ingat, daerah asal! bukan asli) masing-masing.

Label dalam Peci Motif Aceh Hamdani
Label dalam Peci Motif Aceh Hamdani.
Jadilah aku dan Sudar, kawan satu rumah kost asal Banda Aceh, memegang kepala masing-masing setelah baca pengumuman demikian. Bukan soal kaus kaki birunya, tetapi tutup kepala itu. Keluarga kami perantau di Aceh, daerah yang memang istimewa tanpa perlu meminta anggaran istimewa. Selain, di manalah kami harus mencari topi Aceh di bumi Yogyakarta yang baru beberapa bulan kami injak ini, dalam waktu satu minggu. Ada berapa banyak maba asal Aceh di UII yang membutuhkan topi itu, dibandingkan dengan ketersediaannya di Yogyakarta. Halah, kok malah membahas ketersediaan dan kebutuhan.

Singkat cerita, Sudar yang banyak akal. "Kenapa nggak pake peci aja, itu khan sehari-hari dipake orang kita di di Aceh. Tapi jangan yang polos, carilah yang juga motif Aceh", begitu kira-kira katanya yang jadi maba Arsitek itu kepadaku (Kau pikir bagaimana caranya aku bisa mengingat ucapan orang 14 tahun lalu, ya dikira-kiralah).

Jadilah kami mencari peci bermotif Aceh. Sudar juga yang menemukannya, dengan informasi dari kerabat-kerabatnya, di sebuah toko perlengkapan muslim, di sisi Barat Daya dari perempatan Cangkringan, Jalan Kaliurang. Pada label di bagian dalam peci ada tulisan, "HAMDANI (DESAINER PECI MOTIF ACEH) 8". Mungkin Hamdani itu mereknya, dengan tagline, dan angka itu nomornya. Harganya aku lupa, tidak sampai Rp 20 ribu kalau tak salah.

Selamatlah kami dari hukuman yang akan menanti jika sebagai maba tidak bisa melengkapi atribut yang ditugaskan, tidak ada senior yang mempersoalkan peci kami.
Acara Lamaran Ariono - Tiara di Cilandak
Acara Lamaran Ariono - Tiara di Cilandak.
Peci itu masih muat di kepalaku sampai sekarang, setidaknya dengan potongan rambut ABRI Bukan Cepak Doang sekarang ini. Dan sesekali masih kupakai.
Syawalan komunitas AJI Jakarta di Kalibata
Syawalan komunitas AJI Jakarta di Kalibata.
Ah, ada satu hari aku pakai peci itu untuk menghadiri empat acara, itu Sabtu 9 Agustus 2014. Siangnya, kami (bersama istri) menghadiri acara lamaran seorang kawan di Cilandak. Setelahnya, kami syawalan di kantor Aliansi Jurnalis Independen di Kalibata. Malamnya, menghadiri resepsi pernikahan kawan istri di Gedung Film, Jalan Letnan Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Pancoran. Terakhir, aku kopdar syawalan bersama milis Bengawan di Blok M. Menyenangkan.
Resepsi di Gedung Film. Selamat menempuh hidup baru kawan.
Resepsi di Gedung Film. Selamat menempuh hidup baru kawan.
Entah sampai kapan peci itu bisa terus kubawa. Mauku, ya selamanya. Kondisi peci itu sekarang, bisa dilihat pada gambar, tidak lagi mulus kilap hitamnya. Yang pasti belum ada bagian yang koyak, atau bolong.
Kopdar Syawalan milis Bengawan di Blok M
Kopdar Syawalan milis Bengawan di Blok M.
Apakah kau yang sudah pernah pindah rumah, punya barang dari rumah sebelumnya, yang masih terus kau bawa selama aku?

You Might Also Like

3 comments

  1. aku menduga pecimu semacam benda bertuah yg engkau temukan di jogja
    mungkin aku terlalu serius

    ReplyDelete
  2. Meminta keistimewaan? Pelajari lagi sejarah bung... meminta, beda dengan menagih janji. Republik ini bisa tetap berdiri di saat-saat sulit karena ditopang kedermawanan mendiang HB IX. Republik ini bisa melanjutkan pemerintahan karena penguasa Ngayogyakarta mendukung penuh pusat pemerintahan republik ke Ngayogyakarta.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari sejarah yang kupelajari, semua daerah berperan untuk mendirikan Republik ini. Belum pernah kudapati, pelajaran yg bilang hanya Ngayogyakarta yg menopang.
      Kalau ada yg bilang karena hanya Ngayogyakarta yg mendukung penuh pusat pemerintahan republik ke Ngayogyakarta sehingga republik ini bisa tetap berdiri, itu baru menarik dan istimewa.
      Demikian sehingga bagiku ketika semua berperan, sehingga apanya yg istimewa?
      Referensimu sepertinya menarik.

      Delete