Obrolan bersama Andreas Harsono

Wednesday, March 09, 2011

Lantai tiga gedung perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) jadi tempat Saya pertama kali jumpa dengan seorang jurnalis yang Saya kagumi: Andreas Harsono (AH).



Saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Tidak, sejak bisa mengingat sampai tiba di Yogyakarta pada 2001. Keinginan untuk menceburkan diri di dunia jurnalisme muncul berkat racun dari kisah-kisah menakjubkan di Majalah Pantau, beserta kajian-kajian medianya, yang diasuh oleh AH dan kawan-kawannya.



Menurut Saya, dunia jurnalisme memberikan Saya tantangan dari segi intelektual, fisik, mental, dan--sialnya juga--finansial. Saya ingin pekerjaan yang memaksimalkan semua potensi diri, sekaligus melayani kebutuhan informasi publik, maka jurnalisme adalah jawabannya.

Saya kenal Majalah Pantau dari kegiatan di Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) BALAIRUNG, unit kegiatan mahasiwa yang Saya ikuti sejak 2001. Alasan utama Saya bergabung dengan unit ini bukan karena jurnalisme. Niat awalnya, cuma ingin belajar tentang penelitian sosial, yang jelas tidak cukup memuaskan jika hanya belajar dari materi kuliah.

Kembali ke UAJY tadi. Saya tidak bertanya pada sesi diskusi di ruangan yang berdaya tampung 130 kursi itu. Menikmati saja. Ada 12 penanya. Semua pertanyaan menarik. AH tidak menjawab pertanyaan yang jawabannya ada di buku terbarunya, Agama Saya Adalah Jurnalisme (2010). Dia menunjukkan pada halaman berapa jawaban pertanyaan tersebut tersedia. Baguslah, untuk menyingkat waktu.

Buku tersebut adalah bunga rampai artikel AH tentang jurnalisme. Semua bahan tulisan tersedia di blog.

Tidak ada tema spesifik dari acara yang diselenggarakan oleh Forum Studi Komunikasi FISIP UAJY, dengan moderator Yohanes Widodo, dan pembicara lain, Donatus Danarka Sasangka, ini. Cukup jelas dari tajuknya, yakni "Obrolan Santai Jurnalisme". Peserta mengisi semua kursi.

Saya baru tahu buku tersebut ya dari acara "obrolan" itu. Ternyata, buku tersebut cukup populer di kalangan pelajar jurnalisme. Seorang kawan jurnalis di Harian Jogja, yang Saya temui pada acara, juga sudah punya. Saya pinjam dari Dia tiga menit, baca-baca sedikit. Saya putuskan beli setelah acara usai, kemudian minta tanda tangannya. Hmm, ya ini juga pertama kali Saya beli buku pada saat acara diskusi dengan penulisnya, dan punya tanda tangannya.

Saya lihat, sosok jurnalis sejati terbukti ketika sekitar 20 orang minta tanda tangannya. Dia pastikan nama Si peminta tanda tangan, yang hendak ditulis, akurat. Beberapa kali Dia minta yang bersangkutan mengulang ejaannya. Seorang senior dengan kecermatan yang terjaga.

Pada paparan awalnya, AH menjelaskan ihwal sembilan elemen jurnalisme, tujuh kriteria sumber anonim, dan beberapa pemahaman jurnalisme dasar lainnya. Sayang, Saya tidak dapat mendengar jelas semua ucapannya, karena kualitas pengeras suara yang kurang baik.

Kesan Saya, AH termasuk tipe jurnalis yang berusaha sekeras mungkin mendekati kebenaran, dan garis keras soal jurnalisme. Dia ingin memastikan semua produk jurnalistiknya dapat dipercaya. Dia setuju dengan keyakinan kantor berita BBC: Kami mungkin paling cepat, tapi kami paling dipercaya. Dia juga menolak infotainment sebagai produk jurnalisme. Mantap.

AH menyarankan semua peserta tetap semangat belajar jurnalisme. Soal peluang karir, menurutnya, dunia internet memang mematikan banyak media cetak, tapi justru muncul kebutuhan orang yang punya keahlian berbagai bidang jurnalisme di media internet. Ah, bagi Saya, lebih mudah untuk membuat orang mengurungkan niatnya jadi jurnalis.

Menurut AH, susah menemukan seorang jurnalis yang bagus. Dia mengilustrasikan Majalah TEMPO, yang selalu kesulitan mencari jurnalis. Ilustrasinya, mungkin hanya satu yang bagus dari sembilan orang yang diterima pada setiap rekrutmen. Untuk tuntutan ini, tidak ada cara lain. Kita harus belajar keras demi menjawabnya.

Oya, acara tersebut juga menambah kenalan tiga orang jurnalis. Seorang dosen jurnalisme di UAJY, redaktur koran lokal Yogyakarta, dan seorang penulis sekaligus fotografer freelance yaitu Danu Primanto. Padahal, Saya dengan Danu sudah terhubung di twitter pada awal 2011, dan di facebook pada akhir 2010.

Well, yang Saya bagi di sini sengaja kesan-kesan subjektif terhadap profil AH dan acaranya saja. Maaf, untuk jawaban-jawaban menarik lainnya dari AH biarlah tetap jadi milik yang hadir. Supaya yang tidak hadir merasa rugi. Salah sendiri tidak datang. Wek!

You Might Also Like

8 comments

  1. bagiku mas, AH bukan hanya jurnalis yang sebisa mungkin mendekati kebenaran. kalau dapat kartu namanya, dia juga aktivis HAM yang konsisten..
    -tabik-

    ReplyDelete
  2. kalau mau cari jurnalis
    hubungi Rusa aja

    jurnalis blog :)

    ReplyDelete
  3. Salut jg dengan kiprah AH di dunia jurnalistik. Tp sangat prihatin jika ternyata kasus mencuatnya video Ahmadiyah Cikeusik benar diunggah di youtube oleh dirinya. Ad apa antara AH dengan Ahmadiyah?!

    ReplyDelete
  4. @markus: pertanyaanmu dijawab oleh AH di forum itu.

    ReplyDelete
  5. beliau memang pekerjanya dunia HAM

    ReplyDelete
  6. pertanyaanmu dijawab oleh AH di forum itu.

    ReplyDelete