Keramahan warga Jember, menyambut kunjungan pertama: Di Jember dan Pantai Papuma

Friday, June 22, 2012

Keramahan warga Jember, menyambut kunjungan pertama

Bagian kedua: Di Jember dan Pantai Papuma

Kereta Api Logawa tiba di stasiun Jember pada pukul 21.00 WIB. Saya dan Windu jalan kaki menuju rumahnya, sejauh 15 menit. Selayaknya musafir, saya menumpang mandi, menerima jamuan makan malam, lalu istirahat. Saya diberi tumpangan di kamar paling depan.

Paginya, Jumat 20 Januari 2012, Windu antar saya ke kampus Universitas Mochammad Sroedji, diturunkan di sekretariat Mapala Iwena. Ini awal perkenalan saya dengan para pegiat pecinta alam di Jember. Keramahan mereka membuat saya betah.

Tak terlihat perkuliahan di kampus itu. UMS memulai semua perkuliahan sore hari. Paginya, gedung dipakai kegiatan belajar mengajar sekolah kejuruan.

Sekitar 14.30 Tamio datang. Setelah mampir ke tokonya, Tamio antar saya ke Pantai Papuma dengan sepeda motornya. Perjalanan selama satu jam. Sepanjang jalan beraspal, namun buruk selama sekitar 15 menit menjelang pantainya.

Melewati pos retribusi masuk ke pantai itu, sekitar pukul 17.00, kami tak perlu bayar. Sejak satu tahun lalu, Perhutani, selaku pengelola Pantai Papuma, menyediakan fasilitas wahana outbound dan petualangan. Nah, peralatannya sering beli dari toko Tamio itu, sejak awal pembuatan sampai sekarang. Tidak heran, Tamio sudah dikenal karena sering mengantar barang.

Kami disambut oleh Handoko, bos wahana outbound itu. Tamio memperkenalkan kami, sekaligus menyerahkan beberapa barang pesanan Handoko.

[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Selamat datang di Pantai Tanjung Papuma"][/caption]

Profil Pantai Tanjung Papuma

Pantai papuma adalah pantai yang berupa tanjung menjorok ke selatan pulau Jawa. Tanjung tersebut tidak terlalu panjang, hanya sekitar 1 kilometer jumlah panjang dua sisinya. Saya pernah menyusuri, hanya sekitar 35 menit berjalan kaki menyusuri tepi pantai itu, dari pangkal Timur, ke pangkal Barat tanjung.

Pintu masuk ke pantai tersebut berada di sisi pangkal Timur tanjung, dari atas bukit. Ada jalan aspal menyusuri sepanjang tepi pantai. Kondisi aspal tersebut saya taksir rusak 30 persennya.

Puluhan warung tersebar di sepanjang sisi Timur tanjung, dengan lahan parkir yang lega. Namun, tidak ada warung di sisi Barat tanjung, karena berbagai tanaman langsung berhimpitan dengan aspal. Jarak garis pantai dengan aspal di sisi Barat pun dua kali lebih rapat dibandingkan di sisi Timur.

Perbedaan lain, sisi Timur pantai Papuma berupa pasir putih, sementara pada sisi Barat berupa batu-batu karang hitam berrongga. Sedikit sekali terlihat pasir pada sisi Barat, seolah langsung laut lepas.

Keindahan Pantai Tanjung Papuma terletak pada kekayaan batu di dekat pantai yang besar-besar. Ditambah lagi, konsekwensi bentuknya yang berupa tanjung itu, kita bisa lihat matahari terbit, sekaligus matahari terbenam di laut lepas.

Ombak besar menghantam batu-batu nan besar di seberang pantai, dengan latar belakang matahari yang rendah, adalah surga bagi pecinta fotografi. Para fotografer itu jadi punya banyak mainan untuk berkreasi. Apa jadinya jika pantai hanya berupa laut lepas, tanpa latar depan yang menarik, tak asyik difoto.

[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Foto Profil Pantai Tanjung Papuma"][/caption]

Hari pertama di Pantai Tanjung Papuma

Datang ke pantai itu sore hari, langsung mendapat kesempatan merekam pemandangan matahari tenggelam dengan latar depan batu-batu besar, dan ombaknya. Bersama Tamio, saya naik ke bukit di ujung tanjung, ada semacam saung di sana.

Rupanya, memang lokasi favorit untuk memotret, sudah ada tiga orang fotografer yang asyik membidik. Saya dapat beberapa foto, meski kurang memuaskan. Horison agak mendung.

Sesaat matahari tenggelam, Tamio pamit. Turun dari bukit tanjung itu, lalu jalan kaki menuju kantor wahana outbound tadi. Pantai sangat sepi. Serangan pertama datang dari nyamuk. Saya sudah siap, dengan lotion anti nyamuk.

Dengan Bos Handoko di kantornya, kami membahas pilihan untuk tempat saya menginap. Perhutani menyediakan rumah-rumah penginapan, wahana outbound itu juga menyediakan tenda-tenda untuk disewa lengkap dengan matras karet dan kantong tidurnya.

Rencana awalnya, saya mau kemping saja, karena sejak di Mapala Iwena diberitahu ada tenda yang bisa disewakan. Tapi, itu jika ada dari kawan-kawan Mapala Iwena yang ikut. Tapi ternyata tak ada yang bisa menyusul. Bos Handoko sejak awal menawarkan agar menginap di kantor itu saja. Jadilah saya nanti tidur di kamarnya.

Sebelum istirahat, Bos Handoko mengajak ke salah satu warung. Ada para fotografer tadi di warung itu, sedang menikmati makanan laut. Saya pilih pesan ikan kakap hitam besar, yang ada dalam kotak penyimpanan yang juga berisi es batu.

Istimewa, harganya hanya Rp45.000. Itu untuk ikan tadi di bakar, satu periuk nasi, dua teh, sambal terasi, sambal kecap berbumbu kacang, dan sayur lalapan. Kuperkirakan, berat kakap tadi sekitar 4 kilogram. Lebih dari kenyang, karena bos Handoko makannya sedikit, jadi sisanya tanggung jawab saya. Kopi di warung itu juga enak, meski saya rasa terlalu manis. Cuma Rp2000 per gelas.

Setelah makan, sempat berbincang dengan para fotografer itu. Mereka aktif di komunitas Jember Photography alias JPG. Foto mereka dahsyat. Mereka mengajak saya untuk turut hunting ke Taman Nasional Bandealit, atau Meru Betiri. Wah, menarik meski saya tidak bisa. Ajakan itu saja sudah keramahan yang luar biasa.

Pagi pertama di Pantai Papuma, sekitar pukul 04.30 saya sudah terjaga. Terima kasih untuk makan malam yang luar biasa, saya bisa tidur lelap malamnya. Segera ke luar kantor untuk lihat matahari terbit. Kurang beruntung, horison mendung halus. Saya tunggu sampai pukul 06.00, tak ada semburat, atau warna hangat yang ditunggu-tunggu.

Masa saya mengunjungi Pantai Papuma memang kurang cerah musimnya. Pemandangan matahari tenggelam, dan matahari terbit yang saya dapat pertama kali adalah pemandangan yang paling cerah. Sampai saya tinggalkan Papuma, pemandangan matahari terbit dan tenggelam justru lebih mendung daripada yang pertama kali itu. Lautnya juga sering pasang.

Bersambung...

You Might Also Like

1 comments

  1. [...] Menyambung tulisan sebelumnya, hari ke dua di Pantai Papuma, Sabtu 21 Januari 2012. Fajar yang mengecewakan, karena tak tampak keindahan langit yang diharap, saya lalu tidur lagi. Terbangun sekitar jam 10, langit agak mendung. Setelah sarapan, saya jalan kaki menyisir pantai, dari pangkal sampai ke ujungnya bolak balik. Pengunjung lebih ramai daripada kemarin. Malah sempat gerimis selama satu jam, saat saya hampir kembali dari penelusuran. Sepanjang hari lebih banyak saya pakai waktu untuk baca buku. Bos Handoko, 2012 [...]

    ReplyDelete