Hikmah Resesi Ekonomi

Friday, July 24, 2015

Perjalanan kembali ke ibukota setelah mudik di Cirebon, 2015. Difoto oleh istri. 
Jadi engkau mungkin sudah cukup banyak mendengar atau membaca berita yang menyebutkan bahwa kondisi situasi keadaan ekonomi negara Indonesia itu menunjukkan tren menuju atau di ambang resesi.

Aku tidak akan terlalu rinci menjelaskan apa itu resesi ekonomi, aku cukupkan dengan pengertian sederhana sebagai penurunan kegiatan ekonomi, tingkat konsumsi menurun sehingga tingkat penjual menurun, kemudian menyusul produksi pun menurun.

Nah, jika engkau sudah pernah mendengar beberapa warta tentang keluhan dari para pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang menyebutkan penjualan mereka pada bulan puasa Ramadan tahun 1436 Hijriah atau tahun 2015 ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, aku akan menambah warta semacam itu lagi.

Warta pertama dari seorang senior praktisi kehumasan yang aku jumpai pada acara komunitas pemasar (marketer) pada Mei 2015. Senior ini menyebutkan kabar dari salah satu grup besar produsen barang-barang konsumsi (consumer goods), bahwa grup tersebut menurunkan anggaran promosi mereka, dari sebelumnya 20 persen dari omzet tahun lalu, menjadi 6 persen dari omzet tahun ini.

Warta kedua dari seorang kawan yang berada di Lhokseumawe, yang aku telpon pada tanggal 1 Syawal, alias Jumat pekan lalu.  Kawan ini seorang wartawan dan novelis. Katanya pertama, biasanya dia tidak bisa lewat dengan sepeda motor di salah satu jalan di Lhokseumawe pada sore hari bulan Ramadan karena di jalan jadi pasar kaget untuk pedagang sajian berbuka puasa, eh tahun ini dia bisa lewat dengan mudah karena sepinya.

Kedua, seorang kawannya yang bekerja sebagai tukang jahit biasanya dibujuk setengah mati oleh bosnya supaya tidak shalat tarawih karena banyaknya pesanan, eh tahun ini malah seperti diusir sejak sore.

Cukuplah warta demikian dariku. Apa engkau punya warta serupa?

Sekarang kita harus mencari hikmahnya. Di mana hikmah resesi ekonomi?

Aku maksudkan hikmah di sini sebagai kebijaksanaan. Dalam pengertian agamaku, diperintahkan agar selalu bisa mengambil hikmah dibalik musibah dan anugerah. Bagi pelaku ekonomi, keadaan resesi adalah suatu musibah.

Buat orang yang mengikuti tuntunan agama, menghadapi musibah harus dengan hikmah berupa kesabaran. Menerima anugerah harus dengan hikmah berupa rasa syukur. Buat orang yang tidak punya pegangan, pedoman, atau tuntunan agama, entahlah, aku tak tahu. Engkau mungkin tahu?

Dampak resesi ekonomi bukannya hanya dirasakan oleh pelaku usaha, tapi semuanya termasuk aku sebagai konsumen.

Terutama yang paling aku rasakan hikmahnya adalah dari segi kemeriahan kesemarakkan hari raya. Pada tahun-tahun sebelumnya, aku melihat lebih banyak kembang api, mendengar lebih banyak suara petasan mercon. Tahun ini jelas lebih sepi. Kesepian tersebut bagiku mengandung hikmah, yakni membuat ibadah sedikit lebih khusuk.

Menurunnya kemeriahan tersebut adalah konsekwensi logis yang paling langsung terasa. Betapa tidak, orang macam mana yang mau mengeluarkan uangnya untuk kebutuhan hiburan yang tersier seperti kembang api dan petasan mercon, sementara untuk kebutuhan pokok dan sekunder saja kepayahan.

Bagaimana dengan para produsen dan penjual kembang api dan petasan mercon itu? Aku berharap mereka juga bisa mengambil hikmahnya, dengan cara mengurangi produksi, dan stok barang tersebut untuk dijual, sehingga jika merugi tidak terlalu.

Aku bukan orang yang berharap resesi ekonomi itu sungguh-sungguh terjadi (mendadak teringat salah satu rubrik di koran Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta). Aku berharap keadaan ekonomi membaik.

Jika pun ekonomi membaik, harapanku berikutnya adalah supaya kita tetap bisa mengambil hikmahnya dengan cara bersyukur yang sederhana saja, tidak perlu terlalu meriah, tidak perlu terlalu semarak.

Jadi, jika nanti ekonomi membaik pada pergantian tahun, tidak perlulah kita merayakannya dengan kemeriahan terompet, kembang api, dan petasan mercon berlebihan. Sejujurnya aku berharap, kita merayakan dengan kesederhanaan. Itulah hikmah.

Mohon maaf lahir batin dari aku sekeluarga.

You Might Also Like

2 comments

  1. apakah aku yang tidak membeli baju dan sepatu baru, di hari raya, juga akibat resesi?
    --- ah, ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. bukan bang, itu akibat baju dan sepatunya nggak ada yang mahal sesuai selera abang. yang ada pada murah2 semua sih

      Delete