Pelajaran dari Gunung Puntang: Silaturahmi

Sunday, June 19, 2016


Saya mengunjungi rumah produksi dan perkebunan kopi milik Ayi Sutedja Soemali di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada pertengahan April lalu. Banyak pelajaran yang saya dapat. Tidak cuma soal kopi.

Tujuan awal saya adalah untuk menawarkan agar lokasi produksinya menjadi destinasi wisata dan untuk mencari tahu apa yang membuat kopi Gunung Puntang begitu spesial. Tawaran ini beliau sambut baik. Tambahan wawasan, pengetahuan, dan keahlian soal kopi adalah bonus yang sudah bisa diduga.

Yang tidak terduga, pelajaran mengenai kehidupan. Meski tidak sangat tidak terduga juga. Adalah hal yang lazim, setiap kali engkau berbincang-bincang santai dengan orang yang lebih tua (meski tidak lebih berilmu dalam arti sempit darimu) maka akan terjadi transfer kebijaksanaan, nasihat-nasihat tersampaikan secara langsung maupun halus.
Orang yang lebih tua menyampaikannya secara naluriah. Pilihan untuk menyerap atau mengabaikan ada di diri orang yang lebih muda.

Biasanya, nasihat-nasihat itu klise. Kau mungkin sudah mendengarnya berkali-kali. Tidak ada yang baru. Namun buatku, aku selalu suka mendengarnya. Rasanya menenangkan.

Satu nasihat dari Abah Ayi, begitu dia biasa disapa oleh anak-anak muda di sekitarnya, adalah untuk mengutamakan silaturahmi sebagai motif utama untuk berjumpa dengan orang-orang. Segera aku teringat pada almarhum Bapakku sebagai orang yang sangat suka silaturahmi, di waktu senggangnya, di masa mudanya (ketika aku kecil), dan di masa tuanya dengan segala sisa energi yang dimilikinya.

Ayi bercerita, beberapa rejekinya didapat dari kesukaannya bersilaturahmi tanpa pamrih. Almarhum Bapakku pun demikian. Tidak heran, kebiasaan ini juga mengalir dalam darahku.

Beberapa orang ingin selalu mengambil benefit dari setiap silaturahmi itu adalah hal yang biasa. Engkau yang menghabiskan waktu, energi dan biaya perjalanan untuk bersilaturahmi, namun justru orang yang dikunjungi yang mendapat benefit, itulah rejeki masing-masing. Yang penting niatmu baik.

Nasihat Ayi itu penting untuk disimak lagi di tengah kondisi yang serba duniawi. Teringat, beberapa kali ketika aku menyampaikan undangan untuk silaturahmi, biasanya dalam hari-hari ini untuk berbuka bersama, di masa datang mungkin syawalan, reuni, dan semacamnya, kepada orang per orang, aku mendapat tanggapan yang menurutku aneh: "Siapa saja yang mau datang?".

Lha, aku menyebarkan undangan, yang mengandung pertanyaan apakah dia bisa datang atau tidak, yang merupakan pertanyaan tertutup, yang hanya memerlukan jawaban Iya atau Tidak.

Ketika tanggapannya adalah "siapa saja yang mau datang", aku jadi berpikir: apakah jika si Fulan mau datang baru dia mau datang, apakah si Falun mau datang dia tidak mau datang. Apakah untuk bersilaturahmi dengan kawan lama saja harus pilih-pilih. Ini pertemuan silaturahmi, bukan bisnis, bukan politik, kawan.

Meski tidak ada yang salah jika kau memilih untuk pilih-pilih. Tidak ada yang salah pula jika engkau memilih untuk enggan bersilaturahmi. Bahkan memutus tali silaturahmi pun adalah hakmu. Yang salah adalah jika engkau memilih untuk tidak menjadi manusia.

You Might Also Like

1 comments

  1. Pak Ayi memang inspiratif sekali dengan kesederhanaannya :)

    ReplyDelete