Puncak Merapi dulu Garuda sekarang Limas

Tuesday, December 02, 2014

Artikel ini untuk mendokumentasikan ulang, dengan pilihan foto-foto yang berbeda yang semuanya sudah aku upload di Flickr, dan sedikit penambahan (video), materi yang pernah tayang di majalah Garuda Magazine edisi Oktober 2011 dengan judul "Limas di Puncak Merapi".


Erupsi di akhir 2010 mengubah bentuk puncak Gunung Merapi. Tidak ada lagi pelataran yang biasa menjadi lokasi kemping para pendaki. Puncak Garuda yang dulu populer sebagai lokasi berfoto untuk menunjukkan pencapaian pun hilang terdorong erupsi.
Puncak Gunung Merapi 2011
Puncak limas Gunung Merapi
Puncak Merapi kini berwujud limas yang memanjang sekitar 100 meter dari timur ke barat, dengan kedua ujungnya agak melengkung ke arah selatan. Bagian tertinggi menjulang di sisi barat. Inilah wajah puncak Merapi yang saya saksikan di akhir Juli, tujuh bulan setelah letusan berakhir.



Salah satu dampak perubahan itu adalah hilangnya pelataran di dekat kawah mati dan puncak Garuda, patokan ketinggian Merapi yang mencapai 2.978 meter di atas permukaan laut. Dulu, pelataran di kawah mati luasnya sekitar satu lapangan basket, sementara di Puncak Garuda kira-kira dua meja ping pong.
Pasar Bubrah tampak dari lereng puncak Gunung Merapi
Pasar Bubrah tampak dari lereng puncak Gunung Merapi
Untuk mencapai puncak Garuda, pendaki harus berjalan ke bagian atas Pasar Bubrah, lalu bergerak ke arah barat sekitar 50 meter. Sedangkan untuk menuju kawah mati, pendaki harus berjalan sekitar 100 meter ke timur. Kini, dengan kondisi puncak berbentuk limas, pendaki harus ekstra hati-hati. Hanya kawasan sisi utara yang bisa dijadikan tempat bersantai. Tidak ada yang tahu seberapa kuat fondasi pucuk limas. Jika ambruk, maka semua orang bisa tertelan kawah aktif.

Akibat letusan, daya tampung puncak Merapi pun berkurang. Hanya sekitar 50-an orang yang bisa berada di puncak limas pada saat bersamaan. Sebelumnya, bagian puncak ini dapat dijejaki sekitar 200 orang. Pendaki yang ingin berjalan-jalan di sepanjang atap limas juga harus waspada. Rutenya sangat sempit, jadi harus saling mengalah saat berpapasan.
Mendaki permukaan berpasir menuju puncak limas Gunung Merapi
Mendaki permukaan berpasir menuju puncak limas Gunung Merapi
Perubahan lainnya terlihat pada jalur pendakian dari Pasar Bubrah ke puncak. Sebelumnya, jalur ini menampilkan bebatuan cadas, tapi sekarang lebih setengahnya berupa pasir. Saat mendaki, kaki rentan terperosok. Kemiringannya di beberapa titik bahkan mencapai 55 derajat, medan yang sangat menguji batas stamina.

Pendaki disarankan menyiapkan tali tambang untuk saling membantu, dan melangkah secara menyilang saat melewati medan pasir. Selain kaki bisa bergerak lebih luwes, tujuannya adalah mengurangi terpaan pasir yang berpotensi mengaburkan pandangan para pendaki di bawah.
Menuruni puncak limas Gunung Merapi
Menuruni puncak Gunung Merapi 2011
Rute menurun lebih mudah. Teknik terbaik adalah dengan menjejakkan bagian tumit lebih dulu ke pasir sembari menjaga keseimbangan tubuh memakai tongkat khusus pendakian (climbing pole). Lebih baik lagi jika memakai gaiter (pelindung bagian atas sepatu) guna mencegah masuknya pasir ke interior sepatu.
Pengunjung Gunung Merapi 2011 melintas di Pos 2
Pengunjung Gunung Merapi 2011 melintas di Pos 2
Saat saya datang, Merapi disatroni sekitar 300 pendaki dari dalam dan luar negeri. Mereka penasaran dengan sosok gunung usai menyemburkan berton-ton batu dan pasir ke angkasa. Jalur pendakian terbaik adalah dari arah Selo, karena langsung mengarah ke Pasar Bubrah. Perlu diketahui, sebelumnya Merapi dapat dipanjat dari posko Deles (Klaten), Kinahrejo (Sleman), dan Babadan (Magelang), tapi semua jalur pendakian itu kini sulit ditempuh karena sangat berpasir.
Kawasan Pasar Bubrah Gunung Merapi 2011
Kawasan Pasar Bubrah Gunung Merapi 2011
Waktu tempuh Selo menuju puncak sekitar enam jam. Pasar Bubrah, dataran luas terbuka terakhir sebelum mencapai puncak, adalah tempat berkemah yang paling ramai. Bebatuan besar yang bertaburan di sini lazim difungsikan layaknya tameng proteksi dari terpaan angin. Tidak ada sumber air alami di sepanjang jalur pendakian Merapi, jadi bekal air harus disiapkan dari dasar gunung.
Beristirahat di kawasan Pos 2 Gunung Merapi
Beristirahat di kawasan Pos 2 Gunung Merapi
Saat mendaki, saya tidak beristirahat di Pasar Bubrah, melainkan di Pos 2, tempat yang memiliki banyak cerukan alami. Ekspedisi saya dimulai pukul 21:30 dan berhasil menjangkau Pos 2 sekitar pukul 02:30. Berhubung tidak membawa tenda, saya tidur di lahan terbuka di antara dua tenda milik orang. Lumayan untuk menahan embusan angin dingin. Sebenarnya ada gua di kawasan Pos 2, namun sudah telanjur sesak dihuni rombongan lain.

Karena berangkat seorang diri, saya tidak membawa tenda Ransel berkapasitas 20 liter di punggung tidak cukup untuk memuat tenda. Jadilah saya tidur beralaskan ponco di bawah taburan bintang. Embun membasahi sekujur tubuh esok paginya.

Jika Anda ingin mendaki Merapi, kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, dan jika mungkin, berkonsultasilah dengan pendaki senior. Saat gunung bergejolak, jalur pendakian biasanya ditutup, walau banyak orang sepertinya tak peduli dengan larangan itu. Informasi resmi terkini seputar Merapi bisa dilihat di merapi.bgl.esdm.go.id

You Might Also Like

2 comments