Rony Zakaria dan Encounters
Aku jumpa lagi dengan fotografer Rony Zakaria di Ratu Plaza, Jakarta, Selasa sore, 4 Desember 2012. Oscar Pardomuan Siagian menyusul kemudian. Oscar adalah kawan (juga) fotografer yang pada 2007 memperkenalkanku dengan Rony, di rumah sewanya "Mawar", di Sleman.
Terakhir kali jumpa dengan Rony di Yogyakarta, pada akhir 2010. Saat itu, dia tengah memotret situasi erupsi Gunung Merapi. Pertama kali pada Mei 2008, kami bersama mendaki Gunung Merapi, sampai puncak pada 4 Mei 2008. Sedikit banyak, aku belajar memotret dokumentasi dari Rony.
Aku mulai mendengar dari media sosial online, Rony akan membuat buku monografi foto pertamanya pada akhir 2012. Sampai kemudian dia membuka pemesanan untuk penjualan buku tersebut, aku pun turut memesan. Kupikir, cukup berharga untuk memiliki buku itu, sebagai bahan pelajaran. Kenapa? Karena aku sudah mengintip contoh model (alias dummy) buku yang dia juduli "Encounters" itu. Lebih dari lumayan!
Aku memintanya membawa dummy itu saat perjumpaan kami di Ratu Plaza. Pembacaanku, narasi foto-foto itu dijahit untuk menggambarkan suatu reaksi perlawanan. Foto-foto itu juga contoh untuk menunjukkan, karya-karya foto yang - terkadang dibilang - mengandalkan "keberuntungan" adalah ketika kesempatan berpadu dengan keahlian, yang berasal dari kerja keras. Kau bisa beruntung mendapat kesempatan, tapi jika tanpa keahlian, maka mubazir.
[caption width="500" align="alignnone"] Oscar Pardomuan Siagian, dan Rony Zakaria, Jakarta, 2013
Foto: Heru Lesmana Syafei[/caption]
Aku jumpa lagi dengan fotografer Rony Zakaria di Ratu Plaza, Jakarta, Selasa sore, 4 Desember 2012. Oscar Pardomuan Siagian menyusul kemudian. Oscar adalah kawan (juga) fotografer yang pada 2007 memperkenalkanku dengan Rony, di rumah sewanya "Mawar", di Sleman.
Terakhir kali jumpa dengan Rony di Yogyakarta, pada akhir 2010. Saat itu, dia tengah memotret situasi erupsi Gunung Merapi. Pertama kali pada Mei 2008, kami bersama mendaki Gunung Merapi, sampai puncak pada 4 Mei 2008. Sedikit banyak, aku belajar memotret dokumentasi dari Rony.
Aku mulai mendengar dari media sosial online, Rony akan membuat buku monografi foto pertamanya pada akhir 2012. Sampai kemudian dia membuka pemesanan untuk penjualan buku tersebut, aku pun turut memesan. Kupikir, cukup berharga untuk memiliki buku itu, sebagai bahan pelajaran. Kenapa? Karena aku sudah mengintip contoh model (alias dummy) buku yang dia juduli "Encounters" itu. Lebih dari lumayan!
Aku memintanya membawa dummy itu saat perjumpaan kami di Ratu Plaza. Pembacaanku, narasi foto-foto itu dijahit untuk menggambarkan suatu reaksi perlawanan. Foto-foto itu juga contoh untuk menunjukkan, karya-karya foto yang - terkadang dibilang - mengandalkan "keberuntungan" adalah ketika kesempatan berpadu dengan keahlian, yang berasal dari kerja keras. Kau bisa beruntung mendapat kesempatan, tapi jika tanpa keahlian, maka mubazir.
[caption width="500" align="alignnone"] Oscar Pardomuan Siagian, dan Rony Zakaria, Jakarta, 2013
Foto: Heru Lesmana Syafei[/caption]
Jembatan Rel Mati Pandeglang dan Stasiun Labuan, 2013
Faedah dari berbincang dengan pedagang kuliner di daerah yang baru pertama kali kita kunjungi tidak terduga. Dari pedagang Otak-otak di Pantai Anyer, Minggu pagi, 13 Januari 2013, aku dapat info, tentang adanya bekas stasiun Kereta Api di Labuan, Pandeglang.
Letaknya sekitar 50 menit perjalanan dengan angkutan umum mobil kecil. Kuputuskan segera berangkat. Kupikir menarik untuk didokumentasikan. Tiba di Pasar Labuan, aku sempat salah arah jalan kaki selama 15 menit. Sampai kemudian aku Gunakan Penduduk Sekitar (GPS).
Menemukan bekas stasiun di Labuan itu, aku lalu mulai memotret. Mendadak seorang anak muda menghampiri (berusia awal 20-an). Dia bilang pernah menyusuri rel mati dari stasiun itu semasa kecilnya. Lalu dia menawarkan jasa untuk mengantarku menyusuri dengan sepeda motornya.
Aku tanya berapa biayanya, karena dia seorang ojek. Dia jawab terserah. Belakangan, aku membayarnya.
Bagian yang paling menarik dari kegiatan dokumentasi pribadi seperti ini adalah karena aku berjalan tanpa sebelumnya mengumpulkan info yang cukup dari internet. Aku tak peduli jika memang sudah ada yang membuat dokumentasi serupa.
Faedah dari berbincang dengan pedagang kuliner di daerah yang baru pertama kali kita kunjungi tidak terduga. Dari pedagang Otak-otak di Pantai Anyer, Minggu pagi, 13 Januari 2013, aku dapat info, tentang adanya bekas stasiun Kereta Api di Labuan, Pandeglang.
Letaknya sekitar 50 menit perjalanan dengan angkutan umum mobil kecil. Kuputuskan segera berangkat. Kupikir menarik untuk didokumentasikan. Tiba di Pasar Labuan, aku sempat salah arah jalan kaki selama 15 menit. Sampai kemudian aku Gunakan Penduduk Sekitar (GPS).
Menemukan bekas stasiun di Labuan itu, aku lalu mulai memotret. Mendadak seorang anak muda menghampiri (berusia awal 20-an). Dia bilang pernah menyusuri rel mati dari stasiun itu semasa kecilnya. Lalu dia menawarkan jasa untuk mengantarku menyusuri dengan sepeda motornya.
Aku tanya berapa biayanya, karena dia seorang ojek. Dia jawab terserah. Belakangan, aku membayarnya.
Bagian yang paling menarik dari kegiatan dokumentasi pribadi seperti ini adalah karena aku berjalan tanpa sebelumnya mengumpulkan info yang cukup dari internet. Aku tak peduli jika memang sudah ada yang membuat dokumentasi serupa.