Motif-motif permisif

Saturday, August 22, 2015

https://www.flickr.com/photos/heruls/albums
Aku berutang pertama kali mendengar satu istilah pada seorang mahasiswi Psikologi UGM seangkatan denganku. Istilah yang, pada saat kudengar dari bibirnya 14 tahun lalu, tidak kutahu persis artinya.
https://www.flickr.com/photos/heruls/albums
Istilah yang kemudian kerap muncul di dalam kepalaku, terkadang bersama sosok mahasiswi itu lagi dan apa yang kami lakukan bersama (#halah), ketika melihat keajaiban tingkah manusia. Istilah itu "permisif".
https://www.flickr.com/photos/heruls/albums
Di Yogyakarta istilah itu termasuk jarang muncul di kepalaku. Namun, di Jakarta, kota yang mulai kutinggali sejak awal 2013, istilah itu makin sering muncul. "Masyarakat kita itu permisif sekali," demikian kira-kira penempatan istilah itu berada dalam kalimat yang pernah kudengar darinya.

Aku memahami istilah tersebut sebagai kondisi masyarakat yang serba membolehkan dan memaklumi pelanggaran-penyimpangan yang dilakukan oleh anggota masyarakat tertentu. Sampai di sini, kiranya mudah kalian mengerti, betapa kondisi tersebut sangat terasa di Jakarta.

Di perjalanan, masyarakat yang permisif demikian mudah kita lihat. Orang-orang menyalib antrian dari kanan dan kiri, baik mengantri jalan kaki, maupun mengendarai kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor jalan di trotoar, memutar arah, dan lain sebagainya.

Di stasiun, orang-orang naik atau turun tangga melawan arus yang seharusnya, dan tidak sabar menunggu orang di dalam kereta langsung mendesak masuk (aku biasanya dengan senang hati "memberi pelajaran" jika aku yang giliran keluar).

Dengan contoh-contoh di atas, mudah dimengerti yah apa yang kumaksud dengan permisif. Pertanyaannya kemudian, adalah mengapa demikian, apa pasal.

Aku merenungkan sendiri pasal-pasalnya. Apa kira-kira yang menjadi motif-motif permisif yang terjadi di masyarakat Indonesia ini.

Dari perenungan, aku mendapati tiga motif. Pertama, motif religius yang dilakukan dengan penuh kesadaran pada masyarakat di negara dengan populasi pemeluk agama Islam terbesar di dunia ini. Pemeluk agama Islam tersebut percaya, berdasar sabda Nabi Muhammad SAW, yakni barang siapa memudahkan urusan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.

Motif kedua, adalah kesadaran tahu diri. Maksudku, sifat permisif itu dilakukan dengan penuh kesadaran oleh setiap anggota masyarakat itu bahwa bisa saja satu saat dirinyalah yang akan berada pada posisi harus melanggar aturan dan membutuhkan pemakluman dan pembolehan.

Motif ketiga, pertimbangan kemanusiaan. Maksudku, masyarakat Indonesia di sini punya jiwa kemanusiaan yang sangat tinggi, sehingga setiap tingkah ajaib manusia dipandang sebagai suatu kondisi yang harus dikasihani, sehingga dibiarkan saja.

Bedanya dengan motif kedua adalah anggota masyarakat yang permisif tersebut sama sekali tidak punya pertimbangan untuk satu saat akan (membalas) melakukan tingkah ajaib juga, namun ya hanya pertimbangan kemanusiaan saja, karena kasihan saja.

Nah, Anda sendiri punya motif yang mana? Kuharap bukan yang kedua yah.

You Might Also Like

0 comments