Keramahan warga Jember, menyambut kunjungan pertama: Di perjalanan pulang

Wednesday, October 24, 2012

Keramahan warga Jember, menyambut kunjungan pertama:

Di perjalanan pulang

Sembilan bulan berlalu sejak kunjungan pertama saya ke Jember pada Januari 2012. Kesan keramahan warga Jember masih melekat. Ini bagian ke tiga, sekaligus terakhir, dari rangkaian tulisan tentang kesan pertama terhadap warga Jember.

Menyambung tulisan sebelumnya, hari ke dua di Pantai Papuma, Sabtu 21 Januari 2012. Fajar yang mengecewakan, karena tak tampak keindahan langit yang diharap, saya lalu tidur lagi.
Terbangun sekitar jam 10, langit agak mendung. Setelah sarapan, saya jalan kaki menyisir pantai, dari pangkal sampai ke ujungnya bolak balik. Pengunjung lebih ramai daripada kemarin.
Malah sempat gerimis selama satu jam, saat saya hampir kembali dari penelusuran. Sepanjang hari lebih banyak saya pakai waktu untuk baca buku.

[caption id="" align="alignnone" width="500"] Bos Handoko, 2012[/caption]

Pemandangan senja tak lebih baik daripada fajar: mendung. Kembali ke kantor Bos Handoko. Baca buku sembari menikmati hiburan malam.

Hari Minggu 22 Januari 2012, pemandangan fajar masih sama mengecewakan. Sementara pengunjung lebih ramai. Saya sisir lagi pantai, sembari membuat dokumentasi foto.
Banyak pengunjung yang mandi. Saya pun tergoda, tapi mengingat pakaian yang dibawa terbatas, saya tahan saja godaan itu. Saya juga tak mau menguras air di kamar mandi kantor Bos Handoko, yang juga terbatas, untuk cuci pakaian.

Sempat berkenalan dengan dua orang fotografer asal Bali. Mereka sangat ramah. Mereka membagi beberapa tips memotret di pantai, dan mempromosikan Bali.

Demi apa, saya bisa ngetwit dari Pantai Papuma siang hari itu. Awalnya, cuma iseng tanya ke Bos Handoko, dengan apa biasa online dari kantor. Eh, dia bilang operator yang kebetulan saya modemnya: smartfren. Saya cobalah online, tapi tak lama. Online dari pantai itu ide yang aneh, lebih aneh lagi kalau jadi kenyataan.

[caption id="" align="alignnone" width="546"] Profil Pantai Tanjung Papuma, 2012[/caption]

Tawaran menarik yang tak bisa saya tolak siang itu dari Bos Handoko, naik ke bagian punggung atas tanjung, dan melihat pantai yang berada di sebelah Timur-nya, yakni Pantai Watu Ulo. Sehingga saya bisa punya foto profil Pantai Tanjung Papuma dari atas, dan Watu Ulo.

[caption id="" align="alignnone" width="500"] Profil Pantai Watu Ulo, 2012[/caption]

Tanpa tumpangannya sepeda motornya, saya harus menyewa ojek jika mau ke Pantai Watu Ulo. Buat ke bagian atas punggung tanjung juga tak mungkin sendiri. Jalannya tertutup belukar, sedikit sekali orang tahu, dan menanjak panjang.

Pemandangan senja bisa ditebak sejak sore hari: mendung. Meski demikian, saya tetap naik ke saung di atas bukit Tanjung Papuma. Saung kosong sejak setengah jam sebelum matahari tenggelam. Pengunjung tak tahan dengan nyamuknya. Sementara, saya masih bertahan sampai matahari tenggelam.

Fajar pada hari terakhir saya di Pantai Papuma, Senin 23 Januari 2012, masih mengecewakan sama dengan kemarin. Namun, paginya lebih cerah.

Pengunjung sama ramainya dengan hari Minggu, karena hari ini libur peringatan tahun baru Imlek. Vihara Sri Wulan yang terletak di sisi Timur pantai, pangkal Pantai Tanjung Papuma tampak didatangi umatnya.

[caption id="" align="alignnone" width="500"] Pengunjung Pantai Papuma, 2012[/caption]

Sempat terpikir untuk masuk, mengambil gambar dari dalam lingkungan vihara. Namun, karena saat itu mengenakan pakaian yang kurang rapi, celana pendek dan kaus lengan panjang, yang saya pakai sejak hari pertama di pantai, saya putuskan tak masuk. Saya ambil gambar dari luar saja. Tampak, tiga wartawan tv mengambil gambar suasana Imlek di dalam vihara itu.

Hampir jam 11.00, para wartawan tadi ke kantor Bos Handoko, karena mereka sudah berteman lama. Mereka menumpang istirahat, dan menyiapkan laporannya untuk dikirim. Sementara, saya sudah berkemas untuk kembali ke Jember kota.

Bos Handoko mencarikan saya ojek untuk mengantar. Rupanya, ojek hanya mau mengantar sampai batas kota, karena tak punya SIM, dan dengan biaya Rp50.000. Saya mau, tapi dengan tarif yang harus lebih murah, karena saya masih dua kali naik angkutan lagi untuk menuju kampus Universitas Mochammad Sroedji tapi ojeknya yang tak mau. Yasalam.

Keramahan warga Jember yang lain lagi datang. Seorang wartawan TV tadi menawarkan untuk menumpang mobilnya, untuk saya ke kota. Syaratnya, mau menunggu mereka mengirim laporan lewat internet di kantor Bos Handoko, perkiraan sampai sekitar pukul 14.00. Jelas saya mau. Target saya sampai di kota cuma sebelum senja.

[caption id="" align="alignnone" width="500"] Wartawan TV Jember, 2012[/caption]

Sementara menunggu wartawan tadi menyiapkan laporan. Saya coba membuat diri sedikit berguna untuk bantu proses pengiriman. Mereka bertiga cuma bawa 1 laptop dengan satu modem. Mereka pinjam laptop Bos Handoko, dan saya pinjamkan modem.

Bos Handoko sungguh orang yang ramah kepada tamu-tamunya yang merepotkan. Siang itu, dia jamu kami makan siang dengan sajian ikan laut bakar, yang entah apa namanya, dan yang pasti enak.

Perut kenyang, laporan habis terkirim. Kami mulai bergerak meninggalkan Pantai Papuma sekitar 14.30 WIB. Setengah jam perjalanan, hujan turun dengan angin kencang. Tak terbayang jika saya naik ojek, harus menepi dan menunggu entah berapa lama. Sampai di batas kota, saya diturunkan, karena mereka harus belok ke arah yang berbeda.

Masih hujan deras, saya sambung naik angkutan kota. Warga sekitar halte, dan di dalam angkutan sangat membantu menunjukkan arah, untuk menuju kampus Universitas Mochammad Sroedji. Sekitar 16.30 tiba di kampus, kembali di sekretariat, Mapala Iwena, dan hujan baru reda.

Setelah makan malam, lima orang alumni Mapala Iwena itu datang. Berbincang santai bersama mereka, menikmati kearifan lokal, seperti yang sudah saya duga.

[caption id="" align="alignnone" width="500"] Jam dinding analog di Stasiun Jember, perhatikan angka 4.[/caption]

Selasa 24 Januari 2012 sekitar 14.00 WIB, saya diantar Rico, sang ketua Mapala Iwena saat itu beli tiket kembali ke Jogja. Saya beli tiket untuk esok harinya, sekitar pukul 07.00, kereta api Sri Tanjung. Rico lalu mengantar saya mencari sedikit oleh-oleh, di Pasar Tanjung.

[caption id="" align="alignnone" width="546"] Patung Pahlawan Jember, Mochammad Sroedji[/caption]

Malamnya, saya diajak Windu makan soto di Pasar Tanjung, lalu ke warungnya di alun-alun Jember. Berkat Windu, saya jadi punya foto patung pahlawan Jember, Mochammad Sroedji.
Malam terakhir tidur di sekretariat Mapala Iwena, kampus Universitas Mochammad Sroedji. Merepotkan mereka untuk terakhir kali, tapi semoga bukan untuk terakhir kali juga bersilaturahminya.

You Might Also Like

1 comments